Minggu, 15 Januari 2017

Di Hadapan Rabb-ku



Malam itu, aku tak dapat tertidur dengan nyenyak.
Pikiranku resah dan tak tahu mengapa.
Aku menatap jam di layar handphone-ku,
waktu menunjukkan pukul dua dini hari.
Aku tak tahu lagi bagaimana cara menenangkan hati ini. Akhirnya aku putuskan untuk mengambil air
wudhu dan melaksanakan sholat malamku.

Dalam hening malam, aku ketuk pintu
langit dengan doa-doa yang kupanjatkan pada Rabb-ku.
Atas semua kesedihan yang
kurasakan,
maka aku sampaikan dan kutumpahruahkan pada-Nya.

Aku bercerita pada Rabb-ku tentang seseorang yang telah menyumbangkan
perannya sampai pada akhirnya aku pergi dan meninggalkan segala tentangnya.
Mataku tak dapat menahan airmata yang sejak tadi tertahan di kantung mataku dan akhirnya airmata itu jatuh begitu saja mengenai mukena dan sajadah yang ku pakai.

Ya Rabb..
Aku sudah begitu jauh berjalan melupakannya,
meninggalkan segala kenangan tentangnya, dan memaafkannya.
Apa itu belum cukup untuknya?
Bila memang dia hanya ingin memberitahuku bahwa dia sudah mendapatkan penggantiku, aku rasa dia tahu bahwa ia tak perlu repot-repot melakukan itu.
Hatiku sudah terlalu tersayat dengan apa yang telah aku alami.
Jadi cukuplah perban-perban di hati ini
menyembuhkan luka ku terlebih dahulu.


Jumat, 06 Januari 2017

(Belum) Saatnya Untuk Jatuh Cinta Lagi



Aku tak tahu akan perasaan yang terpendam di lubuk hati,
Aku tak tahu bagaimana menggambarkannya,
bagaimana menjelaskannya.
Nyatanya aku telah membangun dinding yang terjal dan curam untuk didaki.
Dalam dan gelap untuk diselami.
Aku melindungi segenggam kecil bagian dari tubuhku, yang ku sebut hati.
Bagian yang sedang berusaha aku obati berkali-kali.
Bagian yang sedang aku jaga siang dan
malam.
Meskipun begitu sulit menutupi goresan luka yang terlalu dalam itu.
Tak jarang aku bertemu dengan banyak
kumbang di luar sana.
Penuh pesona dan menawan hati.
Seakan hatiku siap untuk merekah lagi,
Seakan hatiku siap untuk mencintai lagi.
Namun, pada akhirnya aku sadar,
Tak mudah bagiku untuk membuka ruang-
ruang yang begitu aku jaga ketat.
Tak mudah bagiku untuk memberikan izin bagi kumbang tersebut untuk bertahta di hatiku.
Tak semudah rupanya...
Namun, aku pun tersadar,
Perlahan aku harus membuka sedikit ruang untuk mengobati luka ku.
Aku tak bisa terus seorang diri,
menanti dan tak bergumam sama sekali.
Tapi pada akhirnya aku mengerti,
Aku harus menjadi mandiri terlebih dahulu,
Aku harus melewati tantangan demi tantangan.
Karena memang belum saatnya aku harus ditemani oleh “teman hidupku” itu.
Aku harus buktikan pada Rabb-ku bahwa aku pantas,
Bahwa aku telah menjadi kuat,
Dan tak mudah tumbang lagi.
Untuk saat ini aku tak mau memberikan hatiku untuk kumbang di luar sana.
Belum saatnya...
Biarkan aku dan dia bertemu ketika hatiku dan hatinya sama-sama tertaut pada Rabb kami.
Di suatu perbatasan waktu, sebagaimana yang telah Rabb-ku janjikan...