Rabu, 01 Maret 2017

Kau Adalah Luka Abadi ku



Entah bagaimana persisnya,
tiba-tiba aku ingin menebak berapa banyak hangat genggaman yang kutebar di pergelangan tanganmu.
Sebelum aku tersakiti,
sebelum aku berlari pergi.
Aku pernah menahan lapar hanya karena ingin mendengar kenyangmu.
Aku sempat mengabaikan hangat hanya karena menolak mendengar gigilmu.
Namun kau menyukai tajam,
lalu mendorongnya lembut,
mengarahkan ke seluruh denyutku.
Semena-mena kau menyeret wajah bulan yang terbiasa menerangi langit.
Biar pudar!
Agar menyebar ke seluruh memar.
Meninggalkan aku yang dijangkiti kecewa,
lalu membiarkan perih menancap di sana.
Sepandai itukah kau melubangi urat nadiku?
Muara seluruh denyut,
yang kupakai menyelamatkanmu ketika hanyut.
Tak pernah kuucap percuma,
meski hanya mengapungkan dosa.
Entah bagaimana persisnya, tiba-tiba aku ingin mengingat berapa kali aku menyebutmu sebagai luka abadi ku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar